Pesan Syaikh Muhammad Syakir Al-Iskandariyah Tentang Pentingnya Menghormati Guru

Image placeholder

FU Media, Fatchul Ulum Pacet |

Tanpa Guru Kita Tidak Akan Mengenal Siapa Tuhan, Begitulah Maqolah Yang Diungkapkan Oleh Para Ulama Yang Sukses Menjadi Para Kekasih Allah SWT. Maqolah Itu Sebenarnya Sudah Sangat Cukup Untuk Membuat Kita Sadar Bahwa Guru Adalah Orang Yang Harus Bahkan Wajib Kita Muliakan Dan Hormati Sampai Kapanpun. Namun Kenyataannya, Masih Banyak Disekeliling Kita Para Murid Yang Hanya Menganggap Gurunya Saat Berada Diruang Belajar. Banyak Ulama Menulis Sebuah Karya Karena Keprihatinan Akan Hilangnya Sikap Tawadlu’ Murid Pada Gurunya Ini. Dari Zaman Ke Zaman Ratusan Karya Tentang “adab Para Pencari Ilmu” Ini Selalu Bermunculan Sebenarnya, Namun Kurangnya Kemauan Kita Dalam Belajar, Membuat Karya-karya Tulis Ini Hanya Dipelajari Oleh Kaum Pesantren. Dan Mungkin Itulah Mengapa Kaum Santri Lebih Mengutamakan Akhlaq Dari Pada Ilmu. 

Salah Satu Kitab Yang Banyak Dijadikan Kurikulum Pembelajaran Di Pesantren, Selain Kitab Ta’limul Muta’llim Karangan Syaikh Burhanuddin Al-Islam Al-Zarnuji, Yaitu Kitab Washoya Al Aba’i Lil Abna’. Kitab Ini Dikarang Oleh Syaikh Muhammad Syakir Al-Iskandariyah, Seorang Ulama Yang Lahir Di Jurja, Mesir Pada Tahun 1863 M Dan Wafat Pada Tahun 1939 M. Ia Selesai Mengarang Kitabnya Pada Tahun 1907 M. Kitab Yang Terdiri Dari 20 Bab Ini Mengulas Tuntas Tentang Adab Para Pencari Ilmu, Yang Ditulis Dalam Bahasa Berbentuk Nasehat Orang Tua Pada Anaknya. Secara Urut Ulama Yang Lahir Dilingkungan Madzhab Hanafi Ini, Menjelaskan Tentang Adab Pada Allah, Rosulullah, Orang Tua, Guru, Teman, Ilmu, Belajar, Bahkan Adab Disaat Kita Bergaul Dengan Orang Lain Setiap Harinya. Dalam Menulis Karangannya, Ia Selalu Mengawali Tulisannya Dengan Kalimat “Wahai Anakku”. Kalimat Wahai Anakku Yang Dalam Tulisan Arabnya Berbunyi “يَابُنَيَّ” Ini, Bila Dikaji Mengandung Arti Yang Sangat Dalam. Karena Susunan Kalimat Tersebut Merupakan Bahasa Penuh Kasih Sayang, Sebagaimana Faidah Dari Tashgir Yang Dibahas Dalam Fan-fan Ilmu Nahwu. Sebagaimana Pada Bab (Adab Menuntut Ilmu), Ia Menuliskan; “Wahai Anakku, Bila Engkau Tidak Memuliakan Gurumu Lebih Dari Orang Tuamu, Maka Engkau Tidak Akan Mendapatkan Manfaat Dari Ilmu Dan Pelajaran Yang Di Ajarkannya”.

Dalam Bab Ini Ia Menjelaskan Tentang Bagaimana Seharusnya Seorang Murid Bersikap Pada Gurunya. Tidak Mengalihkan Perhatian Saat Belajar Dihadapannya, Dan Tidak Sampai Membantah Apa Yang Dikatakannya. Lebih Jauh Ia Mengatakan “Wahai Anakku, Tidak Ada Sesuatu Yang Lebih Berbahaya Bagi Pelajar Dari Pada Kemarahan Guru Dan Ulama, Karena Itu, Takutlah Anakku, Jangan Sampai Engkau Membuat Kemarahan Gurumu Atau Menunjukkan Akhlak Tercela Dihadapannya, Karena Hal Itu Bisa Menghalangi Barokah Dan Manfaatnya Ilmu”. Bagi Seorang Muslim, Yang Harus Mempunyai Guru Saat Belajar Agar Tidak Berguru Pada Syaitan. Tentu Juga Harus Belajar Bagaimana Menghormati Seorang Guru. Agar Ilmu Yang Dipelajari Tidak Sekedar Menjadi Sesuatu Yang Tidak Berarti Sama Sekali, Bahkan Justru Menjadi Beban Hidupnya Dimasa Depan. (Ibnu Shomad)