Sudah Hampir Selesai Bulan Ramdhan Tahun Ini, Banyak Sekali Hikmah Yang Bisa Dipetik Dan Disyukuri. Tuhan Memang Tak Pernah Ingkar Janji. Hidup Di Tengah Wabah COVID-19 Seperti Saat Ini Banyak Mengajarkan Kita Agar Mensyukuri Nikmat Yang Telah Allah Berikan.
Aku Nurul Laili, Santri Dari PPS Fatchul Ulum. Aku Sudah Berlibur Tepat Pada Malam 10 Ramadhan. Bagiku Seru Sekali Suasana Ramadhan Di Pesantren. Selain Mempunyai Kawan Yang Banyak, Di Pesantren Juga Rasanya Belajar Membiasakan Hidup Sederhana. Salah Satunya Nikmat Sahur Dan Berbuaka Puasa Dengan Menu Sederhana. Meski Begitu Kami Semua Tetap Bersyukur
“Alhhamdulilah”. Ucapku Dan Teman-teman Saat Berbuka Puasa Dengan Banyaknya Lauk-pauk Yang Berbagai Macam. Tapi Saat Ini, Kita Sudah Di Rumah Masing-masing Bersama Keluarga.
Sehari, Dua Hari, Tiga Hari Berlalu Tak Terasa. Pagi Hari Setelah Membersihkan Rumah Aku Pun Berjalan Menuju Ruang Tengah Untuk Menonton Televisi Bersama Ayah Dan Ibu. Saat Itu Kami Menonton Kabar Berita Di Salah Satu Televisi. Bagaimana Penyiar Mengabarkan COVID-19 Yang Semakin Banyak Korban Meninggal Terserang Wabah Tersebut. Tak Hanya Itu, Banyak Juga Manusia-manusia Yang Ekonominya Di Tingkat Sangat Berkecukupan Tapi Kini Menyurut Dan Hidup Dengan Kesederhanaan.
“Itu, Kak, Lihat, Tetep Bersyukur Dengan Hidup Seadanya, Masih Bisa Ngapain–ngapain. Itu Lihat Orang Orang Disana Makan Saja Susah. Ingat Juga, Kak, Soal Kekayaan Kita Harus Melihat Yang Dibawa Biar Tetap Bersyukur Kepada Allah”. Tutur Kata Ayah Memulai Perbincangan Kita Saat Itu.
“Iya Ayah, Kasihan“ . Sahutku Yang Tak Tega Mendengar Berita-berita Sesama Manusia Yang Ekonominya Terhambat Oleh Wabah COVID-19 Ini. Kerja Yang Terhambat Oleh Wabah Membuat Mereka Kesulitan Ekonomi, Bahkan Untuk Makan Dan Minum Saja Susah.
Matahari Sangat Menyengat, Adzan Dhuhur Mulai Berkumandang, Ku Ambil Air Wudhu Kulanjut Menunaikan Sholat Dhuhur Berjamaah Bersama Ibu Dan Ayah. Setelah Itu Aku Kembali Ke Kamar Untuk Beristirahat. Terlintas Di Fikiranku Mengenai Suasana Bulan Ramdhan Di Rumah, Ku Bandingkan Dengan Suasana Bulan Ramadhan Di Pesantren Yang Sangat Berbeda. Di Pesantren Aku Selalu Mendengar Gemuruh Lantunan-lantunan Surat Al-Quran Yang Membuat Hati Tentram Dan Tenang.
Entah Mengapa Aku Sangat Susah Sekali Untuk Membaca Al-Quran Di Rumah. Ayah Dan Ibuku Sudah Mengingatkanku Berulang Kali Setiap Selesai Tarawih.
“Kak, Jangan Lupa nderes, Yaa. Ramdhan Ini Hampir Habis Nanti Ngga Khatam Gimana?”. Aku Pun Menjawab Dengan Berbagai Macam Alasan, Bahkan Bisa Di Hitung Aku Mengaji Minggu Ini Hanyak Sekali Sampai Dua Kali Saja.
Dan Penyesalan Memang Datang Di Akhir. Aku Datang Bulan, Sehingga Tidak Bisa Melanjutkan Membaca Al-Qur’an Sampai Khatam Di Bulan Ramadhan Ini. Aku Sangat Menyesal Kenapa Aku Kemarin Tidak Menghiraukan Seruan Ayah Dan Ibu.
Malam, Pagi Dan Siang Mulai Bergantian Datang. Tak Terasa Sudah Hampir Selesai Bulan Ramadhan Dan Besok Sudah Hari Raya Idul Fitri.
Setelah Sholat Subuh Pun Kami Sarapan, Ayah Dan Ibu Bersiap-siap Berangkat Menuju Masjid Untuk Melaksanakan Sholat Ied. Dan Aku Menunggu Dirumah Karena Aku Tidak Bisa Mengikuti Sholat Ied Kali Ini. Ada Rasa Kecewa Karena Tidak Bisa Mengikuti Shola Tied Di Lebaran Tahun Ini. “Tapi, Ya Bagaimana Lagi”. Gumamku Dalam Hati.
Aku Menunggu Ibu Dan Ayah Pulang Dari Sholat Ied Di Ruang Tamu Depan. Ketika Mereka Pulang Aku Meminta Maaf Di Hari Lebaran Yang Suci Ini, Kepada Ayah Dan Juga Ibu. Begitu Juga Dengan Ayah Dan Ibu Yang Saling Memafkan.
Setelah Itu Kami Duduk Bertiga Di Ruang Tamu. Sambil Menungu Tamu Ayah Membuka Pembicaraan Dengan Nasihatnya
“Sudah Jangan Malas Lagi Buat Nderes Deres Al-Quran, Jadi Ngga Khatam Ya Kemrin Al-Quran? Sudah Ayah Bilang, Kan. Makanya Kak, Yang Nurut“. Tutur Ayah Dan Ibu
Aku Mengangguk Dengan Raut Wajah Sedih Dan Penuh Penyesalan.
Ramadhan Tahun Ini Sangat Tidak Sesuai Apa Yang Telah Aku Rencanakan Hanya Karena Telfon Genggam Yang Membuat Candu Dan Tidak Mau Beranjak Dengan Apapun. Semoga Masih Bisa Bertemu Bulan Ramdhan Di Tahun Depan Dan Memperbaiki Apa Yang Telah Terjadi Di Tahun Ini.